Setiap manusia dalam melakukan suatu pekerjaan pasti akan memikul suatu tanggung jawab. Entah tanggung jawab yang dipikulnya itu besar ataupun kecil. Begitu juga dalam berwirausaha. Dalam berwirausaha, tanggung jawab yang didapat cukup besar. Tanggung jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab sosial yang terdiri dari tanggung jawab terhadap lingkungan, tenaga kerja, pelanggan, dll.
Tanggung jawab sosial perusahaan yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Corporate Social Responsibility
atau CSR, merupakan sebuah konsep dimana perusahaan mengintegrasikan
kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam
interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan secara sukarela
(European Commision, 2011). Di Indonesia sendiri, kewajiban melakukan tanggung jawab sosial perusahaan telah diwajibkan oleh pemerintah dan tertera didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan",
di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan
aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan
faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Dalam pembuatan sebuah wirausaha kita harus menjalankan tanggung jawab
social terhadap konsumen maupun terhadap lingkungan sekitar tempat
usaha. Keberadaan perusahaan dalam
masyarakat dapat memberikan aspek yang positif dan negatif. Di satu
sisi, perusahaan menyediakan barang dan jasa yang diperlukan oleh
masyarakat maupun lapangan kerja. Namun di sisi lain tidak jarang
masyarakat mendapatkan dampak buruk dari aktivitas bisnis perusahaan.
Banyak kasus ketidakpuasan publik yang bermunculan, baik yang berkaitan
dengan pencemaran lingkungan, serta eksploitasi besar-besaran terhadap
energi dan sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan alam.
Corporate Social Responsibility menunjuk
pada transparansi dampak sosial atas kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan. Transparansi informasi yang diungkapkan tidak
hanya informasi keuangan perusahaan, tetapi perusahaan juga diharapkan
mengungkapkan informasi mengenai dampak (externalities) sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas perusahaan.
Hal tersebut mendorong perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat yang
memunculkan pandangan baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang kita
kenal saat ini sebagai Corporate Social Responsibility (CSR).
Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa korporasi bukan lagi sebagai
entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja, melainkan sebuah
entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan
sosialnya.
Sebagaimana hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro Brazilia 1992, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
Dalam perspektif perusahaan, yang dimaksud berkelanjutan adalah
merupakan suatu program sebagai dampak dari usaha-usaha yang telah
dirintis. Ada lima faktor sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting;
(1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan, (3) tanggung jawab sosial,
(4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan
pemerintah), (5) mempunyai nilai keuntungan/manfaat.
Sustainable development memerlukan dua pra kondisi yaitu social responsibility dan environment responsibility.
Terpenuhinya tanggung jawab sosial dan lingkungan akan lebih memudahkan
tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Sebab sumber-sumber
produksi yang sangat penting bagi aktivitas perusahaan yaitu tenaga
kerja, bahan baku, dan pasar telah dapat lebih terpelihara. Ketiga
konsep ini menjadi dasar bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung
jawab sosialnya (Corporate Social Responsibility).
Prinsip keberlanjutan mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi
masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan
institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah
kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial
yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam
proses pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh,
di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat.
Dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan ini, maka perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line,
yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam
kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan
harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines selain
finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan
saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable).
Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan
memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta
bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu
muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak
memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya. Dan
pada akhirnya keberlanjutan dan kelestarian bumi juga akan lebih
terjamin.
Tanggung Jawab Terhadap Pelanggan
Perusahaan memiliki tanggung jawab sosial ketika menghasilkan produk dan
menjual produknya. Konsekuensinya praktik produksi yang bertanggung
jawab seperti produksi yang menjamin keselamatan pelanggan, dan memilki
peringatan yang semestinya untuk mencegah efek samping negative.
Sedangkan praktik penjualan yang bertanggung jawab seperti pedoman
harga, periklanan yang beretika dan survey kepuasan pelanggan. Untuk
memastikan tanggung jawab kepada pelanggan perlu diperhatikan seperti;
menetapkan kode etik; memantai keluhan; memperoleh dan menggunakan
umpan balik pelanggan;
Berbicara tentang tanggung jawab social terhadap konsemen berarti kita
berbicara tentang nyaman atau tidaknya konsemen menggunakan barang/benda
produksi kita. Disini kita dituntut untuk membuat konsumen sedemikian
rupa menjadi nyaman dan terima semua produksi kita, selain itu kita juga
mau menerima kritik dan saran yang disampaikan konsumen kepada kita
untuk kedepannya kita dapat membuat konsumen kita menjadi betah dan
senang dengan produksi yang kita buat selanjutnya.
Tanggung Jawab Sosial Terhadap Lingkungan Sekitar Usaha
Hal ini berhubungan erat dengan limbah dari hasil produksi yang kita
buat. Disini kita diharapkan dapat membuat masyarakat tidak merasa
terganggu dengan limbah dari produksi yang kita buat. Selain itu kita
juga dituntut untuk menyediakan tempat pembuangan limbah yang layak.
Seperti yang kita ketahui limbah dari sebuah produksi terdiri atas 2
yaitu limbah yang berbahaya dan limbah yang tidak berbahaya. Disini
apabila terdapat limbah yang tidak berbahaya kita diusahakan untuk
membuang limbah itu ke tempat yang aman / tempat yang dapat membuat
limbah ini hilang seperti Air(pembuangan limbah ke laut, kali dan
sebagainya). Sebaliknya apabila terdapat limbah yang berbahaya maka
dita dituntut untuk mendaur ulang lagi limbah itu agar limbah itu tidak
membahayakan lingkungan sekitar tempat produksi.
Dalam tanggungjawab terhadap lingkungan ini seperti: meminimalkan dampak
polusi yaitu polisi udara akibat proses produksi yang dihasilkan, CO2
yang dikeluarkan, dan pemanasan global. Polusi tanah seperti akibat
limbah padat maupun cair akibat hasil produksi, serta memanfaatkan
produk daur ulang.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan
sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan
partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui
berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR
adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu
perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh
memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan(stakeholder)
perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan
untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku
kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan
salah satu pemangku kepentingan internal.
Referensi Sumber :